Problematika Pertumbuhan Ekonomi akibat Covid-19: Perekonomian Indonesia Resmi Resesi

 


Pandemi Covid-19 telah menyebar hampir di seluruh dunia yang mana banyak negara terserang penyakit ini sampai menghadapi tingkat kematian dan kerugian ekonomi yang cukup tinggi termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri kasus ini pertama kali di konfirmasi awal tahun 2020 tepatnya pada bulan maret. Sampai dengan bulan desember 2020, total kasus di Indonesia 743.198 dengan 22.138 kematian di 34 provinsi. Penyebaran dan peningkatan jumlah kasus Covid-19 terjadi dengan waktu sangat cepat yang berdampak pada penurunan perekonomia Indonesia.

Tidak hanya indonesia pandemi Covid-19 telah memberi dampak negatif terhadap perekonomian global. Dana Moneter Internaisonal atau IMF mencatat perekonomian global telah jatuh ke dalam jurang krisis setelah sekitar 95 persen negara-negara didunia diproyeksi mengalami kontraksi atau mengalami pertumbuhan ekonomi secara negatif. Selain itu, Bank Dunia mengatakan bahwa akibat wabah Covid-19 bukan hanya memukul pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi bakal terkonstraksi minus 5,2 persen tahun ini.

Ekonomi Indonesia Triwulan I 2020

Seperti yang dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 05 mei 2020, Ekonomi Indonesia kuartal I-2020 terhadap kuartal I-2019 tumbuh sebesar 2,97 persen (y/on/y), ini melambat dibanding capaian triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen. Nilai ini sangat jauh mendarat dari target yang diharapkan yaitu 4,5-4,6 percen Sedangkan jka dilihat dari perkuartal Ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 2,41 persen (q/to/q). 

Hal ini disebabkan oleh kontraksi yang terjadi pada beberapa lapangan usaha. Sedangkan dari sisi pengeluaran penurunan disebabkan kontraksi pada seluruh komponen pengeluaran, ini merupakan dampak negatif dari Covid-19 yang menyebabkan banyak pembatasan pergerakan orang dan pergerakan barang sehingga ikut menghambat produksi, dan distribusi. Maka bukan tidak mungkin bahwa pada kuartal selanjutya akan lebih terpuruk lagi.

Ekonomi Indonesia Triwulan II 2020

Seperti sebelumnya, Badan Pusat Statistik  (BPS) pada 5 agustus 2020 kembali mengumumkan, PDB Indonesia pada kuartal II 2020, mengalami kontraksi atau pertumbuhan negative sebesar -5,32 persen (y/on/y) dibandingkan triwulan II tahun 2019. Hal ini memberika tamparan keras kepada perekonomian Indonesia, tercatat dalam catatan terburuk sejak 1999 yang terakhir kali Indonesia mengalami kontraksi pada kuartal I tahun 1999, sebesar 6,13%. Meski begitu, sepertinya masih ada harapan untuk perekonomianian Indonesia dengan adanya  pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan II maka Indonesia masih belum dikatatakan resesi. 

Resesi baru bisa terjadi apa bila selama dua kuartal berturut-turut secara (y/on/y) terjadi kontraksi. Karena, pada kuartal I ekonoi Indonesia masih tumbuh 2,97 persen (y/on/y) maka Indonesia belum memasuki resesi. Namun bukan berarti jalan menuju resesi sudah tertutup karna selama belum ada strategi dan perbaikan ekonomi maka akan kemungkinan besar ekonomi Indonesia kembali kontraksi pada kuartal III. Menko Perekonoian Airlangga Hartarto meyebut kontraksi Indonesia tidak sedalam Negara lain. "Namun, kami berharap ada perbaikan ekonmi Global baik melalui China atau Negara lain yang terdampak lebih dulu" ucap Airlangga.

Ekonomi Indonesia Triwulan III 2020

Apa yang ditakutkan diawal benar terjadi, Indonesia resmi resesi pada kuartal ketiga  2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga tahun 2020 terhadap triwulan ketiga  tahun 2019 mengalami kontraksi pertumbuhan minus 3,49 persen (y/on/y). Dua kali dirundung kontraksi atau pertumbuhan negative secara (y/on/y) mengentarkan indoneia pada resesi. Meski secara kuartalan, ekonomi sudah mulai tumbuh sebesar 5,05 percen namun ekonomi masih kontraksi secara kumulatif.

"Sehingga secara kumulatifnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dari kuartal I-2020, kuartal II-2020, dan kuartal III-2020 mengalami kontraksi sebesar minus 2,03 persen" ujar kepala BPS Suhariyanto, Kamis (5/11) dalam pengumuman Produk Domestik Bruto (PDB) di Jakarta. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini seperti yang dikatakan Suhariyanto pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga dari kuartal sebelumnya didorong sebagian besar dari pertumbuhan pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan, serta akomodasi makan dan minum. 

Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh pengeluaran konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 16,93 persen. Menurut pengeluaran secara tahunan (year on year), semua kompenen mengalami kontraksi dengan konsumsi rumah tangga mencatatkan penurunan paling tinggi.

Sedangkan dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh pengeluaran konsumsi pemerintah yang tumbuh sebesar 16,93 persen. Menurut pengeluaran secara tahunan (year on year), semua kompenen mengalami kontraksi dengan konsumsi rumah tangga mencatatkan penurunan paling tinggi.

Share:

Arsip Blog

Recent Posts